Perfeksionis itu Butuh Piknik!


Terlahir sebagai seorang dengan kepribadian perfeksionis memang bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Aku sudah mulai merasakan bahwa aku seorang perfeksionis sejak SMP. Memang sih, di awal hal tersebut sah-sah saja dan masih belum terlalu membuatku frustasi. Bahkan aku merasakan banyak perubahan di hidupku karena tuntutan dari diriku sendiri. Contoh yang paling simpel dari pengalamanku adalah ketika aku mendapat hasil yang lebih dari ekspektasiku dalam Ujian Nasional SMP dan seleksi masuk SMA. Sebagian besar orang pasti tahu bahwa pribadi yang perfeksionis selalu menerapkan standar yang tinggi, pencapaian yang tinggi. Untungnya, saat SMP aku masih belum menerapkan standar yang terlalu tinggi seperti menjadi peringkat satu dalam ujian nasional misalnya. Aku masih berfikir bahwa masuk 10 besar di kelas saja sudah bersyukur banget karena mengingat aku pernah ranking 20-an sebelumnya. Alhamdulillah hasilnya aku masuk 20 besar peringkat paralel jadi aku gak perlu repot-repot menyesali usahaku selama ini.

Fakta tentang perfeksionis yang mungkin pernah kalian baca di artikel-artikel yang tersebar di internet itu sebagian besar benar. Di saat yang lain bermalas-malasan dan bersantai-santai tanpa peduli jadwal selagi liburan, aku berbeda. Aku setiap hari tetap menyusun jadwal dan berusaha keras terpaku pada jadwal tersebut. Untuk apa? Bukan untuk apa-apa, hanya untuk menyenangkan diriku sendiri. Pernah aku mencoba untuk hidup diluar rencana, jadwal, waktu dan tetek bengeknya namun yang terjadi malah aku seperti menyalahkan diriku sendiri.

Seperti sekarang saja, aku merasa ada yang kurang di hidupku ketika impianku sejak 2 tahun lalu ternyata belum tercapai. Mungkin standarku yang sudah terlalu tinggi buatku. Iya, aku tahu bahwa menerapkan standar setinggi langit itu baik. Katanya biar jatuh di antara bintang-bintang. Dulu, aku bercita-cita masuk universitas A yang memang membutuhkan perjuangan lebih untuk mencapainya. Namun, ternyata aku diterima di universitas B tanpa tes. Tentunya, aku sudah berkali-kali bersyukur apalagi universitas B termasuk terbaik se-Indonesia. Kekurangan sebagai seorang perfeksionis memang harus menanggung penyesalan jika hasilnya tidak sesuai target awal.

Terlalu teliti pada detail-detail yang tidak penting sekalipun bahkan bisa membuatku sibuk sendiri itu sudah biasa aku lakukan. Memang lelah, tapi disitulah aku merasa puas. Awas saja jika ada yang ke kamarku lalu menggeser sedikit saja barang dari tempat asalnya, aku akan mengomelinya habis-habisan.


Untuk urusan berhubungan dengan orang lain, si perfeksionis biasanya akan menyalahkan dirinya jika ia merasa ada orang lain yang tidak suka padanya. Tidak semuanya seperti itu memang, kadang ada juga yang hanya berusaha sebaik mungkin menata sikap agar orang lain merasa senang padanya. Si perfeksionis juga enggan merepotkan orang lain. Bukan sok pahlawan, tapi memang disitu ciri khasnya. 

Comments