Terlahir
sebagai seorang dengan kepribadian perfeksionis memang bukan sesuatu yang patut
dibanggakan. Aku sudah mulai merasakan bahwa aku seorang perfeksionis sejak
SMP. Memang sih, di awal hal tersebut sah-sah saja dan masih belum terlalu
membuatku frustasi. Bahkan aku merasakan banyak perubahan di hidupku karena
tuntutan dari diriku sendiri. Contoh yang paling simpel dari pengalamanku
adalah ketika aku mendapat hasil yang lebih dari ekspektasiku dalam Ujian
Nasional SMP dan seleksi masuk SMA. Sebagian besar orang pasti tahu bahwa
pribadi yang perfeksionis selalu menerapkan standar yang tinggi, pencapaian
yang tinggi. Untungnya, saat SMP aku masih belum menerapkan standar yang
terlalu tinggi seperti menjadi peringkat satu dalam ujian nasional misalnya. Aku
masih berfikir bahwa masuk 10 besar di kelas saja sudah bersyukur banget karena
mengingat aku pernah ranking 20-an sebelumnya. Alhamdulillah hasilnya aku masuk
20 besar peringkat paralel jadi aku gak perlu repot-repot menyesali usahaku
selama ini.
Fakta
tentang perfeksionis yang mungkin pernah kalian baca di artikel-artikel yang
tersebar di internet itu sebagian besar benar. Di saat yang lain
bermalas-malasan dan bersantai-santai tanpa peduli jadwal selagi liburan, aku
berbeda. Aku setiap hari tetap menyusun jadwal dan berusaha keras terpaku pada
jadwal tersebut. Untuk apa? Bukan untuk apa-apa, hanya untuk menyenangkan
diriku sendiri. Pernah aku mencoba untuk hidup diluar rencana, jadwal, waktu
dan tetek bengeknya namun yang terjadi malah aku seperti menyalahkan diriku
sendiri.
Seperti
sekarang saja, aku merasa ada yang kurang di hidupku ketika impianku sejak 2
tahun lalu ternyata belum tercapai. Mungkin standarku yang sudah terlalu tinggi
buatku. Iya, aku tahu bahwa menerapkan standar setinggi langit itu baik. Katanya
biar jatuh di antara bintang-bintang. Dulu, aku bercita-cita masuk universitas
A yang memang membutuhkan perjuangan lebih untuk mencapainya. Namun, ternyata
aku diterima di universitas B tanpa tes. Tentunya, aku sudah berkali-kali
bersyukur apalagi universitas B termasuk terbaik se-Indonesia. Kekurangan sebagai
seorang perfeksionis memang harus menanggung penyesalan jika hasilnya tidak
sesuai target awal.
Terlalu
teliti pada detail-detail yang tidak penting sekalipun bahkan bisa membuatku
sibuk sendiri itu sudah biasa aku lakukan. Memang lelah, tapi disitulah aku
merasa puas. Awas saja jika ada yang ke kamarku lalu menggeser sedikit saja
barang dari tempat asalnya, aku akan mengomelinya habis-habisan.
Untuk
urusan berhubungan dengan orang lain, si perfeksionis biasanya akan menyalahkan
dirinya jika ia merasa ada orang lain yang tidak suka padanya. Tidak semuanya
seperti itu memang, kadang ada juga yang hanya berusaha sebaik mungkin menata
sikap agar orang lain merasa senang padanya. Si perfeksionis juga enggan
merepotkan orang lain. Bukan sok pahlawan, tapi memang disitu ciri khasnya.
Comments
Post a Comment